Langsung ke konten utama

EFEKTIFITAS PENGANGKATAN KOMISARIS SECARA RETROAKTIF

EFEKTIFITAS PENGANGKATAN KOMISARIS SECARA RETROAKTIF






Menurut hukum perusahaan yang berlaku di Indonesia, pengangkatan anggota Direksi / Dewan Komisaris untuk pertama kali dilakukan dengan akta pendirian (Ps.94 ayat (2) jo. Ps.111 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Untuk selanjutnya, pengangkatan anggota Direksi / Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS (Ps. 94 ayat (1) jo. Ps. 111 ayat (1) UU PT).

Pengangkatan Anggota Direksi Mulai Efektif Sejak Dicatat Dalam Daftar Perseroan

Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Perseroan Terbatas”, perubahan (pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian) anggota Direksi efektif berlaku mempunyai dua sisi :
1.      Secara internal, mulai efektif berlaku sejak tanggal keputusan RUPS diambil, kecuali RUPS menentukan secara tegas kapan mulai efektif berlaku.
2.      Secara eksternal, sejak pemberitahuan “diterima” dan “dicatat” dalam Daftar Perseroan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Hal itu bertitik tolak dari ketentuan Ps. 94 ayat (8) UU PT yang mengatakan :
a.       Selama belum disampaikan pemberitahuan pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi kepada Menteri (menurut Ps. 94 ayat (7), jangka waktu pemberitahuan tersebut adalah paling lambat 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS).
b.      Maka Menteri “menolak” setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri.

Bertitik tolak dari ketentuan Ps. 94 ayat (8) tersebut, menurut Yahya Harahap, dapat ditarik kesimpulan dan konstruksi hukum, perubahan anggota Direksi baru efektif kepada pihak ketiga, terhitung sejak tanggal perubahan itu dicatat dalam Daftar Perseroan oleh Menteri.

Efektifnya Pengangkatan Dewan Komisaris ditentukan RUPS

Menurut Ps. 111 ayat (5) UU PT, keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, ditentukan atau ditetapkan sendiri dalam keputusan RUPS yang bersangkutan. Apabila keputusan RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, maka saat mulai berlakunya hal-hal tersebut adalah sejak ditutupnya RUPS (Ps. 111 ayat (6) UU PT).

Selanjutnya Ps. 111 ayat (7) UU PT mengatur bahwa setiap pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris :
1.      Wajib diberitahukan kepada Menteri.
2.      Yang bertugas menyampaikan pemberitahuan adalah Direksi.
3.      Jangka waktu pemberitahuan, paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
4.      Menteri mencatat pemberitahuan pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian dalam Daftar Perseroan.

Dalam hal pemberitahuan di atas belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi (Ps. 111 ayat (8) UU PT).

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Penulis di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada larangan dalam UU PT apabila RUPS menetapkan pengangkatan anggota Dewan Komisaris berlaku secara retroaktif. Perubahan anggota Direksi baru efektif kepada pihak ketiga, terhitung sejak tanggal perubahan itu dicatat dalam Daftar Perseroan oleh Menteri. Demikian halnya dengan perubahan susunan Dewan Komisaris, mengingat ketentuan bahwa untuk perubahan Dewan Komisaris harus diberitahukan dan dicatat dalam Daftar Perseroan, dan Menteri akan menolak pemberitahuan mengenai perubahan susunan Dewan Komisaris apabila belum dilakukan pemberitahuan perubahan susunan Dewan Komisaris yang sebelumnya.

Konklusi

1.      Dari hal-hal yang telah Penulis uraikan, UU PT tidak mengatur secara eksplisit ketidakbolehan asas retroaktif dalam pengangkatan anggota Direksi / Dewan Komisaris. Namun, dari pasal-pasal dan uraian sebagaimana tersebut di atas, pengangkatan anggota Direksi / Dewan Komisaris tidak dapat berlaku secara retroaktif.
2.      Selain itu, apabila berlaku secara retroaktif, akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak ketiga yang berkepentingan. Ketidakpastian hukum yang dimaksud adalah tidak diketahui secara pasti siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakan PT selama jabatan anggota Direksi / Dewan Komisaris kosong / tidak lengkap sampai tanggal diselenggarakannya RUPS untuk mengangkat anggota Direksi / Dewan Komisaris yang baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5