Langsung ke konten utama

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM


Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap. Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT.

CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal.

CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut :
1.      Sekutu aktif bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi. Sekutu aktif bertindak dalam menjalankan CV (perusahaan), kepengurusan, dan melakukan perjanjian atau hubungan hukum dengan pihak ketiga.
2.      Sekutu pasif hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam CV. Sekutu pasif tidak turut dalam pengurusan CV.

Lebih lanjut diatur bahwa sekutu komanditer tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam CV walaupun berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. Ia tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya ke dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya.

Dalam buku Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Vennootschap (Yetty Komalasari Dewi) menjelaskan bahwa sekutu komanditer hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkan atau akan disetorkan ke dalam CV, dengan syarat sekutu komanditer tersebut tidak ikut serta dalam pengurusan CV dan keberadaannya tidak diketahui oleh pihak ketiga. Selain itu, sekutu komanditer setuju untuk memikul resiko dengan menyerahkan aset kepada sekutu pengurus dengan harapan pengurus tidak akan melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ruang lingkup perusahaan.

Dikarenakan CV merupakan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, maka tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pemiliknya. Sehingga, terdapat konsekuensi hukum yang berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT), yakni :

1.      Akibat Hukum Meninggalnya Sekutu Aktif Terhadap Utang CV.

CV bukanlah badan hukum, oleh karena itu dalam melakukan tindakan hukum, CV diwakili oleh sekutu aktifnya. Anggota dari CV yang bertindak keluar adalah anggota yang melakukan pengurusan, yang disebut sekutu komplementaris (sekutu aktif). Kepada para sekutu komplementaris berlaku ketentuan mengenai keanggotaan firma.

Ini berarti bahwa terhadap para sekutu aktif, berlaku Ps. 18 KUHD yang mana tiap-tiap sekutu secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari persekutuan. Termasuk juga terhadap utang CV, meskipun ada sekutu aktif yang meninggal dunia. Karena pada dasarnya debiturnya adalah pihak yang sama, hanya saja orang yang mewakilkan berbeda. Ini karena tindakan yang dilakukan oleh sekutu aktif (yang bertindak untuk dan atas nama CV) menjadi tanggung jawab  para sekutu aktif secara tanggung menanggung. Karena itu, jika CV memiliki utang, maka meski ada sekutu aktif yang meninggal dunia, beban utang tersebut tetap menjadi utang bersama yaitu si CV itu sendiri.

Ps. 1646 KUHPer menyatakan bahwa persekutuan berakhir apabila :
a.       Karena waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah habis.
b.      Karena  musnahnya barang yang dipergunakan untuk tujuan perseroan atau karena tercapainya tujuan itu.
c.       Karena kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta.\
d.      Karena salah seorang dari peserta meninggal dunia, di tempat di bawah pengampuan atau bangkrut atau dinyatakan sebagai orang yang tidak mampu.

Dari sini dapat kita ketahui bahwa sebagai persekutuan, CV dapat bubar apabila salah seorang sekutu meninggal dunia. Kecuali, sebelumnya telah diperjanjikan bahwa apabila salah seorang sekutu meninggal dunia, maka persekutuannya berlangsung terus dengan ahli warisnya atau akan berlangsung terus di antara sekutu-sekutu yang masih ada.

2.      Tanggung Jawab Direktur dan Sekutu Komanditer Jika CV Merugi.

Dalam buku Hukum Perseroan Terbatas (M. Yahya Harahap, hal. 18) bahwa kerugian Perseroan Komanditer yang ditanggung sekutu komanditer, hanya terbatas sebesar jumlah modal yang ditanamkan (beperkte aansprakelijkheid, limited liability) Ps. 20 KUHD. Sedangkan, bagi anggota atau pemegang saham yang bertindak sebagai pengurus (daden van beheer) yang disebut sekutu komplementaris, mempunyai tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited liability) sampai meliputi harta pribadi mereka.

Dalam hal sekutu pasif melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan (CV) baik dengan atau tanpa pemberian kuasa, maka berlaku Ps. 21 KUHD bahwa sekutu tersebut bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan perikatan perseoran itu.

Jadi, apabila CV mengalami kerugian atau bangkrut, pertanggungjawaban tidak terbatas mengenai apakah hanya Direkturnya saja atau sekutunya saja, melainkan seluruh sekutu aktif yang menjalankan pengurusan secara tanggung renteng.

3.      Syarat-syarat mendirikan CV

Syarat pendirian CV diatur dalam Ps. 19, 20, dan 21 KUHD. Dalam Ps. 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan secara melepas uang / persekutuan komanditer, didirikan oleh satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng untuk keseluruhannya, dengan satu atau beberapa orang pelepas uang.

Mengingat CV termasuk salah satu bentuk persekutuan firma, maka pendirian CV dilakukan dengan akta otentik, yakni dengan membuat akta pendirian CV di notaris. Untuk membuat akta ini, minimal ada 2 orang pendiri dimana satu pendiri akan menjadi sekutu aktif dan satu pendiri lainnya akan menjadi sekutu pasif. Setelah itu mendaftarkan akta pendirian CV di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.

Setelah akta notaris selesai dan sudah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, maka langkah selanjutnya adalah mengurus Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) yang dapat dilakukan di kelurahan setempat. Lalu setelah itu mengurus NPWP Badan yang dapat diurus di Kantor Pajak setempat sesuai domisili CV. Dan langkah yang terakhir adalah mengurus dokumen TDP (Tanda Daftar Perusahaan). Terlepas dari apapun izin usahanya, TDP adalah dokumen legalitas yang wajib dimiliki oleh CV.

Setelah membahas prosedur pendirian CV serta akibat hukum yang timbul kepada para sekutu-sekutu aktif maupun pasif, Penulis mencoba mengulas kelebihan dan kekurangan CV, yakni :
1.      Kelebihan dari CV
a.       Dibandingkan dengan pendirian sebuah PT, jelas pendirian CV lebih mudah karena tidak diperlukan berbagai kelengkapan seperti yang dibutuhkan saat mengajukan pendirian PT.
b.      CV biasanya didirikan dengan modal skala kecil dan menengah. Dengan kebutuhan modal usaha yang tidak terlalu besar, biasanya tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
c.       Proses pengajuan kredit yang relatif lebih mudah. Asalkan ada planning yang jelas dan gambaran usaha yang real.
d.      Karena dijalankan melalui kendali satu orang, maka tidak akan ada kesimpangsiuran tugas karena komando berada di satu tangan. Selain itu skala CV yang biasanya tidak terlalu besar juga lebih mudah diawasi oleh pimpinan.

2.      Kekurangan dari CV
a.       Peran sekutu komanditer atau sekutu aktif dalam sebuah CV sangatlah besar. Karena dia yang mengendalikan laju perusahaan. Ketika produktivitas sekutu aktif menurun, imbasnya akan bisa menular pada CV yang dia kelola saat itu juga.
b.      Peran sekutu pasif yang hanya sebatas meminjamkan modal seringkali membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa ketika perusahaan sedang dalam keadaan goyah. Dalam hal ini dorongan yang bisa dilakukan untuk memajukan perusahaan hanya sebatas materi tanpa ada suntikan moral maupun motivasi melalui kebijakan yang diambil perusahaan.
c.       Karena pendirian CV biasanya dikhususkan untuk usaha skala kecil dan menengah, maka ketika perusahaan membutuhkan ekspansi yang lebih besar demi kemajuan perusahaan, hal ini biasanya sulit dilakukan. Dengan modal yang relatif kecil, sebuah CV tidak bisa mengumpulkan dana baru yang jumlahnya cukup besar melalui penjualan saham seperti pada Perseroan Terbatas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5