Langsung ke konten utama

Hati-hati jangan menolak recehan

"Hati-hati jangan menolak recehan"


Terkadang, ketika kita berbelanja di pusat perbelanjaan atau di warung-warung, kita melakukan pembayaran dengan uang "receh". Uang "receh" yang dimaksud dalam tulisan ini, tidak melulu uang dengan nominal Rp. 2.000, ataupun Rp. 1.000 saja. Akan tetapi Uang Logam yang menjadi fokus dalam tulisan ini.
 
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU No. 7 tentang Mata Uang: "Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi keuangan di wilayah Negara RI". Itu artinya, Baik Uang Kertas maupun Uang Logam, merupaikan alat pembayaran yang sah dan wajib hukumnya digunakan dalam setiap transaksi keuangan di Negara kita ini. Meskipun pada praktiknya, seringkali orang menolak jika ada pembeli yang akan melakukan pembayaran dengan uang logam dengan alasan "jumlah barang" yang terlalu banyak.

Hal ini patut untuk disikapi bagi para pelaku usaha. Karena, berdasarkan Pasal 33 ayat (1): "Jika tak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (1) dapat dipidana". Ini berarti, Recehan/uang receh: pecahan uang kecil dapat diasumsikan antara lain adalah uang logam. Jika menolak uang receh dalam pembayaran maka sesuai Pasal 23 yakni "Dilarang menolak untuk menerima Rupiah dalam transaksi di Wilayah RI kecuali ragu atas keasliannya".

Bagi yang melanggar, maka akan berlaku Pasal 33 ayat (1) huruf (C) UU Mata Uang: "Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)".

Demikian postingan saya kali ini. Kiranya, jangan sampai hanya karena hal yang kecil, di suatu waktu kita dituntut dengan alasan yang sebenarnya tidak perlu terjadi kepada kita, hanya karena kita menolak pembayaran dengan uang logam.
Semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALAT BUKTI REKAMAN

APAKAH REKAMAN YANG DILAKUKAN DENGAN DIAM-DIAM DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI ALAT BUKTI? Rekaman suara yang dibuat dengan aplikasi perekam suara ( voice memo atau voice record ) yang ada di telepon seluler ( smartphone ) termasuk dalam kategori Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Ps.1 angka 4 UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : “ Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya ”. Sehingga, berdasarkan bunyi pasal d...

ATURAN PARTAI POLITIK DALAM MENDIRIKAN KOPERASI

ATURAN TERHADAP  PARTAI POLITIK DALAM MENDIRIKAN KOPERASI Di era globalisasi seperti sekarang ini, merupakan hal yang lumrah untuk mencari pendapatan tambahan, mengingat kebutuhan hidup yang kian hari kian bertambah. Tidak sedikit orang-orang demi mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaannya, meskipun ada yang memang sekedar untuk menambah penghasilan, dan juga ada yang karena dasar “moral” maka mencoba menciptakan suatu peluang usaha guna menyerap tenaga kerja dan mampu menambah penghasilan mereka. Sebagai contoh adalah mendirikan Koperasi. Namun bahasan dalam artikel ini, dipersempit terhadap anggota partai politik yang hendak mendirikan Koperasi. Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah lebih baik kita ulas terlebih dahulu tentang koperasi dan partai politik. Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekal...

PIDANA BERSYARAT (PIDANA PERCOBAAN) DAN VONIS HAKIM YANG LEBIH TINGGI DARI TUNTUTAN JAKSA

MENGENAL TENTANG PIDANA BERSYARAT (PIDANA PERCOBAAN) DAN JUGA TENTANG APAKAH VONIS HAKIM BOLEH LEBIH TINGGI DARI TUNTUTAN JAKSA ATAU TIDAK Pengantar Baru-baru ini, publik sempat dihebohkan dengan “skenario” dari persidangan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang dipidana atas kasus penistaan agama dengan melanggar Ps. 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. Namun yang hendak Penulis ulas dalam artikel ini, bukanlah mengenai teknis dari kasus Ahok maupun “skenario-skenario” dalam panggung politik tersebut. Akan tetapi, yang lebih menarik untuk dibahas adalah tentang apakah yang dimaksud dengan pidana bersyarat dan apakah vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim boleh lebih tinggi atau tidak dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tentang Pidana Bersyarat Seperti yang telah kita ketahui, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok divonis ...