LANGKAH HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN TERHADAP GANTI RUGI YANG TIDAK SESUAI DENGAN KESEPAKATAN TERKAIT PEMBEBASAN TANAH
Pemberian
Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Pengadaan
tanah untuk pembangunan jalan laying yang merupakan jalan umum, memang termasuk
dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana terdapat dalam Ps.10
huruf b UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum, yang berbunyi :
Ps.10
UU No.2/2012 :
“Tanah
untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Ps.4 ayat (1) digunakan untuk
pembangunan:
a.
Pertahanan
dan keamanan nasional.
b.
Jalan
umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api.
c.
Waduk,
bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya.
d.
Pelabuhan,
bandar udara, dan terminal.
e.
Infrastruktur
minyak, gas dan panas bumi.
f.
Pembangkit,
transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik.
g.
Jaringan
telekomunikasi dan informatika pemerintah.
h.
Tempat
pembuangan dan pengelolaan sampah.
i.
Rumah
sakit pemerintah / Pemerintah Daerah.
j.
Fasilitas
keselamatan umum.
k.
Tempat
pemakaman umum pemerintah / Pemerintah Daerah.
l.
Fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik.
m.
Cagar
alam dan cagar budaya.
n.
Kantor
pemerintah /Pemerintah Daerah/desa.
o.
Penataan
permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa.
p.
Prasarana
pendidikan atau sekolah pemerintah / Pemerintah Daerah.
q.
Prasarana
olahraga Pemerintah / Pemerintah Daerah.
r.
Pasar
umum dan lapangan parkir umum.
Pada
dasarnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian
ganti kerugian yang layak dan adil. Penilaian besarnya nilai ganti kerugian
atas tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditetapkan oleh
Penilai. Penilai ini ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan.
Nilai
ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya nilai ganti
kerugian berdasarkan hasil penilaian oleh penilai disampaikan kepada Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah dengan berita acara penyerahan hasil penilaian. Penetapan
besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik tersebut.
Nilai
ganti kerugian berdasarkan hasil Penilai tersebut menjadi dasar musyawarah
penetapan ganti kerugian. Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya
ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian tersebut dilakukan
antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak atas ganti rugi dalam waktu
paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada
Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan musyawarah ini dilaksanakan dengan
mengikutsertakan Instansi yang memerlukan tanah.
Hasil
kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada
pihak yang berhak. Hasil kesepakatan tersebut dimuat dalam berita acara
kesepakatan.
Keberatan
atas Besaran Ganti Kerugian
Jika
tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian,
pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat
dalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan
negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama
30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.
Jika
ada pihak yang keberatan dengan putusan pengadilan negeri, maka pihak yang
keberatan tersebut, dalam waktu paling lama 14 hari kerja, dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Selanjutnya, Mahkamah Agung
wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan
kasasi diterima.
Putusan
Pengadilan Negeri / Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.
Jika
pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak
mengajukan keberatan dalam waktu yang telah ditetapkan, maka karena hukum pihak
yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian hasil
musyawarah.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, Penulis berkesimpulan bahwa seseorang tidak dapat digusur
dengan paksa karena berdasarkan Ps.5 UU No. 2 Tahun 2012 yang berbunyi:
“Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya
pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian
Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
Jadi,
selama belum ada kesepakatan mengenai ganti kerugian dan belum ada pemberian
ganti kerugian, seseorang tersebut tidak wajib melepaskan tanah tersebut.
Komentar
Posting Komentar