Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

YAYASAN

KETENTUAN-KETENTUAN YANG MENGATUR MENGENAI PERUBAHAN NAMA YAYASAN Perubahan Nama Yayasan Mengenai nama yayasan, kita dapat merujuk pada UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah oleh UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Yayasan tidak boleh memakai nama yang : a.        Telah dipakai secara sah oleh yayasan lain. b.       Bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Nama yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”. Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, kata “wakaf” dapat ditambahkan setelah kata “Yayasan”. Ketentuan mengenai pemakaian nama yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Penulis berpendapat bahwa yayasan dapat melakukan perubahan nama. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan dalam Permenkumham No.2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perub

KARTU KREDIT

PENYELESAIAN HAK DAN KEWAJIBAN TERHADAP PEMEGANG KARTU KREDIT YANG PEMILIKNYA SUDAH MENINGGAL DUNIA Dalam industri asuransi, dikenal lembaga asuransi kredit yang berfungsi untuk menanggung resiko gagal bayar oleh pemegang kartu kredit. Akan tetapi, asuransi tersebut tidak bersifat wajib, melainkan bergantung pada kebijakan bank dan persetujuan dari pemegang kartu. Jadi, pemegang kartu juga harus menyatakan persetujuannya untuk mengikuti asuransi ini, karena ada premi yang harus dibayar untuk asuransi ini. Asuransi kredit antara lain diatur dalam PMK No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship . Ps. 1 angka 2 PMK 124/2008 menyatakan bahwa : “ Asuransi Kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit ”. Dengan asuransi kredit tersebut, perusahaan asuransi membayar ga

DEBT COLLECTOR

KIAT-KIAT YANG DAPAT DILAKUKAN KETIKA BERHADAPAN DENGAN DEBT COLLECTOR Dalam artikel kali ini, Penulis mencoba untuk mengemukakan apa yang harus dilakukan oleh seseorang apabila berhadapan dengan seorang debt collector. Biasanya, orang yang berhadapan dengan debt collector, memiliki sejumlah kewajiban yang tidak dilaksanakan. Sebut saja seperti utang piutang ke bank, leasing atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun sebelum masuk lebih jauh, Penulis mencoba memilah tiap permasalahan satu per satu. Penyelesaian Utang Melalui Proses di Pengadilan Penulis berpendapata bahwa debitor yang beritikad baik dapat mendiskusikan kembali dengan pihak bank (dalam hal ini debt collector) mengenai pelunasan utang tersebut (minta waktu lagi). Biasanya debt collector masih membuka kemungkinan untuk negosiasi karena mereka sendiri memperoleh bagian dari tagihan tersebut. Kecuali, debitor memang sudah tidak mampu membayar, maka penyelesaian utang hanya dapat diselesaikan melalui prose

DEBT COLLECTOR

DASAR HUKUM ADANYA DEBT COLLECTOR Berdasarkan hasil penelusuran Penulis terkait dasar hukum bagi debt collector, bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penagih utang atau debt collector. Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur (dalam hal ini bank) untuk menagih utang kepada debiturnya (nasabah). Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam KUHPer. Khusus di bidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam : 1.       PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana yang telah diubah oleh PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. 2.       SEBI No. 11/10/DASP Tanggal 13 April 2009 Perihal Penyelenggaraan Kegia