Langsung ke konten utama

DEBT COLLECTOR

KIAT-KIAT YANG DAPAT DILAKUKAN KETIKA BERHADAPAN DENGAN DEBT COLLECTOR









Dalam artikel kali ini, Penulis mencoba untuk mengemukakan apa yang harus dilakukan oleh seseorang apabila berhadapan dengan seorang debt collector. Biasanya, orang yang berhadapan dengan debt collector, memiliki sejumlah kewajiban yang tidak dilaksanakan. Sebut saja seperti utang piutang ke bank, leasing atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun sebelum masuk lebih jauh, Penulis mencoba memilah tiap permasalahan satu per satu.


Penyelesaian Utang Melalui Proses di Pengadilan

Penulis berpendapata bahwa debitor yang beritikad baik dapat mendiskusikan kembali dengan pihak bank (dalam hal ini debt collector) mengenai pelunasan utang tersebut (minta waktu lagi). Biasanya debt collector masih membuka kemungkinan untuk negosiasi karena mereka sendiri memperoleh bagian dari tagihan tersebut. Kecuali, debitor memang sudah tidak mampu membayar, maka penyelesaian utang hanya dapat diselesaikan melalui proses di pengadilan.

Mengenai debt collector yang mengancam akan melakukan penyitaan, sebaiknya kita tidak perlu gentar dengan ancaman seperti itu. Debt collector yang mendapat kuasa dari kreditur untuk menagih utang tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitor. Pada prinsipnya, penyitaan barang-barang milik debitor yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan.

Jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara barang-barang milik debitor secara melawan hukum, maka debitor tersebut dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi. Perbuatan debt collector tersebut dapat dijerat dengan Ps.362 KUHP tentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Ps.365 ayat (1) KUHP.

Ps.362 KUHP

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Ps.365 ayat (1) KUHP

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

Etika Penagihan oleh Debt Collector

Pada artikel Penulis sebelumnya, penulis pernah menjelaskan bahwa ada tata cara atau panduan bagi debt collector yang menangani kasus utang kartu kredit, dimana debt collector tersebut harus mematuhi etika yang telah diatur dalam SEBI No. 11/10/DASP Tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana yang telah diubah dengan SEBI No. 14/17/DASP Tanggal 7 Juni 2012 perihal Perubahan atas SEBI No. 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan terakhir diubah dengan SEBI No. 18/33/DKSP Tahun 2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat Atas SEBI No. 11/10/DASP Tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Pada dasarnya, dalam melakukan penagihan kartu kredit, Penerbit kartu kredit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang kartu kredit. Penerbit kartu kredit (Bank) wajib menjamin bahwa penagihan utang kartu kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit kartu kredit sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan (debt collector), dilakukan sesuai dengan ketentuan BI serta perundang-undangan yang berlaku.

Berikut beberapa etika yang harus dimiliki oleh debt collector yang melakukan penagihan :
1.      Debt collector memiliki identitas dari Penerbit kartu kredit yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan.
2.      Penagihan tidak dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit.
3.      Penagihan tidak dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal.
4.      Penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain pemegang kartu kredit.
5.      Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu.
6.      Penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili pemegang kartu kredit.
7.      Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat pemegang kartu kredit.
8.      Penagihan di luar tempat dan/atau waktu tersebut di atas, hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan  dan/atau perjanjian dengan pemegang kartu kredit terlebih dahulu.
9.      Penagihan kartu kredit menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan (debt collector) hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk dalam kualitas macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan BI yang mengatur mengenai kualitas kredit.

Penerbit kartu kredit yang tidak mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang kartu kredit dikenakan sanksi administratif berupa :
a.       Teguran.
b.      Denda.
c.       Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.
d.      Pencabutan izin penyelenggaraan APMK.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5