Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

HUKUMAN PIDANA BAGI PELAKU PENCURIAN BUAH-BUAHAN

MENELISIK LEBIH DALAM TENTANG BERAT RINGANNYA HUKUMAN PIDANA BAGI PELAKU PENCURIAN "BUAH" Apabila seseorang memenuhi unsur-unsur pencurian, maka orang tersebut dapat dikenakan ancaman pidana. Tidak ditentukan objek apa yang menjadi barang curian. Meskipun hanya “sekedar” buah, apabila terpenuhi unsur-unsur pencurian, orang yang mencuri buah dapat dipidana. Akan tetapi perlu dilihat juga mengenai harga dari objek yang dicuri. Jika harganya tidak lebih dari Rp. 2,5 juta, maka dianggap pencurian ringan. Sebelum lanjut lebih jauh, Penulis perlu jelaskan bahwa dalam hukum pidana tidak dikenal prinsip materialistas, yang mana lebih menekankan kepada nilai dari suatu objek. Namun, adalah prinsip legalitas yang sangat dijunjung tinggi sebagaimana diatur dalam Ps.1 ayat (1) KUHP yang berbunyi : “ Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya ”. Berdasarkan bunyi dari Ps.1 ayat (

KETENTUAN PERUBAHAN SURAT DAKWAAN

KETENTUAN PERUBAHAN SURAT DAKWAAN BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1981 Pengertian Surat Dakwaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak memberikan definisi atau pengertian tentang Surat Dakwaan. A. Karim Nasution, dalam bukunya Masalah Surat Dakwaan Dalam Proses Pidana (hal. 75) telah memberikan definisi Surat Dakwaan yang sangat komprehensif yaitu, “ suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman ”. Perubahan Surat Dakwaan Menurut Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 180), surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun merupakan saran hakim. Tetapi perubahan itu harus berdasarkan syarat yang ditentukan Kitab Undang-Unda

SEPUTAR HUKUM PIDANA TENTANG INTIMIDASI

MAKNA INTIMIDASI MENURUT HUKUM PIDANA Di era sekarang ini, jaman semakin maju. Laju perkembangan teknologi pun seolah tidak dapat kita hentikan, karena orang-orang berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas teknologi yang ada. Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, terkadang beberapa “orang” justru memanfaatkan teknologi tersebut untuk hal-hal yang negatif, sebut saja “mengintimidasi”. Bukan hal yang aneh, karena Penulis beranggapan di era sekarang ini yang sudah memasuki pasar bebas, sudah barang tentu setiap orang bersaing demi mengejar profit, dan bukan tidak mungkin dengan menghalalkan segala cara. Apabila ada yang merasa, kepentingannya terganggu, maka mereka mencoba untuk mengintimidasi orang tersebut agar kepentingannya bisa maju lagi. Namun, yang perlu kita pahami adalah seperti apa intimidasi itu. Dalam artikel ini, Penulis mencoba mengulas baik dari segi tata bahasa maupun dari segi hukum pidana, apakah yang dimaksud dengan intimidasi tersebut.

LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DITEMPUH TERHADAP PELAKU PENYEROBOTAN TANAH

HUKUM TERHADAP KEPALA DESA / LURAH YANG MELAKUKAN PENYEROBOTAN TANAH Mengenai penyerobotan tanah, kita dapat lihat pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Perppu 51/1960). Secara umum, pengaturan penyerobotan yang diatur dalam KUHP merupakan penyerobotan tanah terhadap hak pakai. Penyerobotan tanah terhadap hak atas tanah dalam artian lebih luas diatur dalam Perppu 51/1960. Tindak Pidana Penyerobotan Tanah Yang disebut dengan penyerobotan tanah adalah pendudukan tanah yang sudah dipunyai oleh orang lain. Yang dimaksud dengan pendudukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah dan sebagainya. Jadi penyerobotan tanah tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan merebut dan menguasai atau menduduki tanah yang dimiliki oleh orang lain.