Langsung ke konten utama

LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DITEMPUH TERHADAP PELAKU PENYEROBOTAN TANAH

HUKUM TERHADAP KEPALA DESA / LURAH YANG MELAKUKAN PENYEROBOTAN TANAH



Mengenai penyerobotan tanah, kita dapat lihat pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Perppu 51/1960).

Secara umum, pengaturan penyerobotan yang diatur dalam KUHP merupakan penyerobotan tanah terhadap hak pakai. Penyerobotan tanah terhadap hak atas tanah dalam artian lebih luas diatur dalam Perppu 51/1960.

Tindak Pidana Penyerobotan Tanah

Yang disebut dengan penyerobotan tanah adalah pendudukan tanah yang sudah dipunyai oleh orang lain. Yang dimaksud dengan pendudukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah dan sebagainya. Jadi penyerobotan tanah tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan merebut dan menguasai atau menduduki tanah yang dimiliki oleh orang lain.

1.      Menurut KUHP

Perbuatan penyerobotan tanah tidak secara tegas dirumuskan dalam KUHP,  namun Ps.385 KUHP mengatur tentang kejahatan yang berkaitan langsung dengan kepemilikan tanah, sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah Pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit di tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu.

R. Soesilo dan bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 266-267) menjelaskan bahwa kejahatan-kejahatan yang terdapat dalam  pasal ini disebut dengan kejahatan Stellionnaat yang berarti penggelapan hak atas barang-barang yang tidak bergerak, barang-barang yang tidak bergerak misalnya tanah, sawah, gedung, dan lain-lain.

Lebih lanjut Soesilo menambahkan, supaya dapat dikenakan pasal ini, maka terdakwa harus nyata berbuat hal-hal sebagai berikut :
a.       Terdakwa ada maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak (secara tidak sah).
b.      Terdakwa telah menjual, menukar atau membebani dengan credit verband hak pakai bumi putera atas tanah milik Negara atau tanah milik partikulir, atau gedung, pekerjaan, tanaman atau taburan di atas tanah hak pakai bumiputera.
c.       Terdakwa mengetahui, bahwa yang berhak atau ikut berhak di situ adalah orang lain.
d.      Terdakwa tidak memberitahukan kepada pihak lain, bahwa di situ ada credit verbandnya.
e.       Terdakwa tidak memberitahukan kepada pihak lain, bahwa tanah itu sudah digadaikan.
f.       Terdakwa telah menggadaikan atau menyewakan tanah orang lain.
g.      Terdakwa telah menjual atau menukarkan tanah yang sedang digadaikan pada orang lain dengan tidak memberitahukan tentang hal itu kepada pihak yang berkepentingan.
h.      Terdakwa telah menyewakan tanah buat selama suatu masa, sedang diketahuinya, bahwa tanah itu sebelumnya telah disewakan kepada orang lain.

Yang dimaksud dengan hak pakai bumiputera atas tanah yaitu pada umumnya tanah di Indonesia adalah milik Negara, penduduk yang biasa kita sebut pemilik tanah ini sebenarnya hanya mempunyai hak untuk memakai tanah itu saja, karena pemiliknya adalah Negara. Hak itu kita sebut hak pakai bumiputera atas tanah.

Credit verband adalah penduduk yang mempunyai hak pakai bumiputera atas suatu tanah itu, dapat pinjam uang dari Bank Rakyat dengan memakai tanah tersebut sebagai jaminannya. Perjanjian semacam ini dinamakan credit verband, semacam gadai tanah.

Jadi menurut Ps.385 ayat (1) KUHP, jika seseorang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak (secara tidak sah) menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang hak orang lain untuk memakai tanah Negara, maka dapat dihukum penjara selama 4 tahun penjara.

Melihat pada ketentuan di atas, memang tidak ada yang secara eksplisit melarang pendudukan tanah orang lain (hak untuk memakai tanah Negara).

2.      Menurut Perppu 51/1960

Akan tetapi, mengenai menduduki tanah orang lain, dapat dilihat dalam Perppu 51/1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Di dalam perppu ini mengatur mengenai larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.

Memakai tanah adalah menduduki, mengerjakan dan/atau mengenai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan di atasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak. Memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5,000.

Pidana ini juga berlaku bagi orang yang memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan memakai tanah tanpa izin pihak yang berhak atas tanah tersebut. Oleh karena itu, kepala desa yang memberikan bantuan dalam penyerobotan tanah (pendudukan tanah oleh orang lain), dapat dipidana juga.

Selain dalam Perppu 51/1960, kepala desa tersebut bisa juga diancama pidana berdasarkan KUHP. Kepala Desa merupakan orang yang bertugas sebagai penyelenggara pemerintahan desa. Perbuatan penyerobotan tanah yang dilakukan dapat juga dikenai Ps.424 KUHP, yang berbunyi :
Pegawai negeri yang dengan maksud akan menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hak serta dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya menggunakan tanah Pemerintah yang dikuasai dengan hak Bumiputera, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun”.

Yang dimaksud dengan pegawai negeri atau ambtenaar menurut R. Soesilo (hal.100) adalah orang yang diangkat oleh kekuasaan umum menjadi pejabat umum untuk menjalankan sebagian dari tugas pemerintahan atau bagian-bagiannya. Unsur-unsur yang termasuk di sini adalah :
a.       Pengangkatan oleh instansi umum.
b.      Memangku jabatan umum.
c.       Melakukan sebagian dari tugas pemerintahan atau bagian-bagiannya.

Kepala desa dan para pegawainya termasuk salah satu dari golongan ambtenaar atau pegawai negeri. Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan, supaya dapat dihukum, maka pegawai negeri tersebut harus melakukan perbuatan tersebut dalam melakukan jabatannya.

Perbuatan Penyerobotan Tanah Menurut Hukum Perdata

Sedangkan menurut hukum perdata, orang-orang yang melakukan penyerobotan tanah dapat dijerat dengan tuduhan perbuatan melawan hukum. Hal ini bisa dilihat bahwa dalam kasus penyerobotan tanah ada pihak yang dirugikan dan menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami. Selain itu, penyerobotan tanah juga merupakan perbuatan dimana seseorang secara tanpa hak masuk ke tanah.

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks hukum perdata diatur dalam Ps.1365 KUHPer atau Burgelijk Wetboek (BW), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, berbunyi :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut :
a.       Harus ada perbuatan (positif maupun negatif).
b.      Perbuatan itu harus melawan hukum.
c.       Ada kerugian.
d.      Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian.
e.       Ada kesalahan.
Penulis menganalisa dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat :
a.       Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
b.      Bertentangan dengan hak subjektif orang lain.
c.       Bertentangan dengan kesusilaan.
d.      Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Langkah Hukum

Untuk dapat menjerat perbuatan kepala desa yang membantu proses penyerobotan tanah, pihak yang berhak atas tanah tersebut dapat melakukan langkah hukum pidana dan perdata. Jika ingin menjerat dengan pidana, maka dapat dikenakan pidana yang mengatur mengenai penyerobotan tanah baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam Perppu 51/1960.

Di sisi lain dalam hukum perdata, jika pihak yang berhak atas tanah tersebut merasa dirugikan atas penyerobotan tanah, maka langkah hukum yang dapat ditempuh adalah mengajukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum.

Contoh Kasus

Penulis mencoba memberikan beberapa contoh kasus terkait penyerobotan tanah seperti yang kita bisa lihat (download) Putusan Pengadilan Samarinda No. 724/Pid.B/2012/PN.Smda, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyerobotan Tanah” sesuai Ps.385 ayat (1) KUHP dimana terdakwa mencari keuntungan sendiri tanpa alas hak yang sah menguasai tanah milik PT. Bukit Baiduri Energi (PT. BBE). Terdakwa tahu bahwa tanah tersebut milik PT. BEE. Lalu, tanpa seijin dari pihak PT. BBE, pada tahun 2010 terdakwa menjual sebagian dari tanah tersebut seluas 10.000 m2 (1 Ha). Oleh karena itu, majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 bulan, dengan ketentuan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 bulan.

Contoh kasus lain dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sengkang No. 08/PID/C/2014/PN.Skg dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah” yaitu menguasai tanah (bukti kepemilikan berupa rincik) tersebut dengan cara mengolah sawah yang bukan tanah miliknya. Untuk itu, majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa telah melanggar Ps.6 ayat (1) huruf a Perppu 51/1960 dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALAT BUKTI REKAMAN

APAKAH REKAMAN YANG DILAKUKAN DENGAN DIAM-DIAM DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI ALAT BUKTI? Rekaman suara yang dibuat dengan aplikasi perekam suara ( voice memo atau voice record ) yang ada di telepon seluler ( smartphone ) termasuk dalam kategori Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Ps.1 angka 4 UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : “ Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya ”. Sehingga, berdasarkan bunyi pasal d...

ATURAN PARTAI POLITIK DALAM MENDIRIKAN KOPERASI

ATURAN TERHADAP  PARTAI POLITIK DALAM MENDIRIKAN KOPERASI Di era globalisasi seperti sekarang ini, merupakan hal yang lumrah untuk mencari pendapatan tambahan, mengingat kebutuhan hidup yang kian hari kian bertambah. Tidak sedikit orang-orang demi mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaannya, meskipun ada yang memang sekedar untuk menambah penghasilan, dan juga ada yang karena dasar “moral” maka mencoba menciptakan suatu peluang usaha guna menyerap tenaga kerja dan mampu menambah penghasilan mereka. Sebagai contoh adalah mendirikan Koperasi. Namun bahasan dalam artikel ini, dipersempit terhadap anggota partai politik yang hendak mendirikan Koperasi. Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah lebih baik kita ulas terlebih dahulu tentang koperasi dan partai politik. Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekal...

PIDANA BERSYARAT (PIDANA PERCOBAAN) DAN VONIS HAKIM YANG LEBIH TINGGI DARI TUNTUTAN JAKSA

MENGENAL TENTANG PIDANA BERSYARAT (PIDANA PERCOBAAN) DAN JUGA TENTANG APAKAH VONIS HAKIM BOLEH LEBIH TINGGI DARI TUNTUTAN JAKSA ATAU TIDAK Pengantar Baru-baru ini, publik sempat dihebohkan dengan “skenario” dari persidangan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang dipidana atas kasus penistaan agama dengan melanggar Ps. 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. Namun yang hendak Penulis ulas dalam artikel ini, bukanlah mengenai teknis dari kasus Ahok maupun “skenario-skenario” dalam panggung politik tersebut. Akan tetapi, yang lebih menarik untuk dibahas adalah tentang apakah yang dimaksud dengan pidana bersyarat dan apakah vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim boleh lebih tinggi atau tidak dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tentang Pidana Bersyarat Seperti yang telah kita ketahui, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok divonis ...