Langsung ke konten utama

KEDUDUKAN DAN PENGARUH ACTIO PAULIANA DALAM HAK TANGGUNGAN

PENGARUH ACTIO PAULIANA DALAM ASET YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN







Action Pauliana secara Umum (Ps. 1341 KUHPer)

Menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, menjelaskan bahwa Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh UU kepada seorang Kreditur mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut merugikan kreditur.

Misalnya dalam Kepailitan, tindakan debitur yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan tersebut dapat merugikan para krediturnya.

Dalam Ps. 1341 KUHPer, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apapun juga yang merugikan kreditur. Asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

Action Pauliana Warisan (Ps. 1061 KUHPer)

Para kreditur yang dirugikan oleh debitur yang menolak warisannya, dapat mengajukan permohonan kepada hakim, supaya diberi kuasa untuk menerima warisan itu atas nama dan sebagai pengganti debitur itu. Dalam hal itu, penolakan warisan itu hanya boleh dibatalkan demi kepentingan para kreditur dan sampai sebesar piutang mereka, penolakan itu sekali-kali tidak batal untuk keuntungan ahli waris yang telah menolak warisan itu.

Action Pauliana Kepailitan

a.       Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan sebelum putusan pailit (Ps. 41 UU PKPU):
(1)   Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(2)   Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
(3)   Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

b.      Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun.
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Ps.41 ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut :
(1)   Merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat.
(2)   Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih.
(3)   ………..
(4)   ………..
(5)   ………..

 Barang-barang Debitur yang Menjadi Jaminan

Soal barang-barang yang menjadi jaminan, ketentuan Ps.1131 jo. Ps. 1132 KUHPer yang berbunyi :

Ps.1131 KUHPer : “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Ps. 1132 KUHPer : “Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

Jadi berdasarkan ketentuan di atas, segala aset milik debitur menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur.

Hak Tanggungan

Definisi dari Hak Tanggungan, sebagaimana diatur dalam Ps.1 angka 1 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah berbunyi :
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditu lain”.

Ps. 3 ayat (1) UU Hak Tanggungan

Utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan”.

Berdasarkan sejumlah uraian di atas, Penulis berpendapat  bahwa Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, sehubungan dengan utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan yang berupa :
a.       Utang yang telah ada.
b.      Utang yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu.
c.       Utang yang jumlahnya pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang.
d.      Utang yang jumlahnya ditentukan berdasarkan perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.

Dengan demikian, Actio Pauliana adalah pembatalan segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh  debitur melalui Pengadilan berdasarkan permohonan kreditur (Kurator apabila dalam Kepailitan).

Sehubungan dengan tindakan debitur yang merugikan kepentingan kreditur, adapun terhadap aset debitur yang diletakkan hak tanggungan dapat dilakukan Actio Pauliana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Action Pauliana secara umum.
Kreditur dapat menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu, debitur mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur (1341 KUHPer).
b.      Action Pauliana Kepailitan.
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakuakan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitur dalam hal perbuatan tersebut merupakan pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih (Ps.42 huruf b UU KPKPU).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5