PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT
Surat Kepemilikan Tanah
(SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat
tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan
kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit,
memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24
Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam
pendaftaran tanah.
Menurut Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan
Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT
di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah.
Surat keterangan
riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk
menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari
bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrari (UUPA) dan apabila hak tersebut
kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang
hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Pembuktian
Hak dan Pembukuannya
Kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali meliputi :
1.
Pengumpulan dan pengolahan data fisik.
2.
Pembuktian hak dan pembukuannya.
3.
Penerbitan sertifikat.
4.
Penyajian data fisik dan data yuridis.
5.
Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pembuktian
Hak Baru
Untuk keperluan
pendaftaran hak :
a.
Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1) Penetapan
pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan
menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari
tanah Negara atau tanah hak pengelolaan.
2) Asli
akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada
penerima. Hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak
pakai atas tanah hak milik.
b.
Hak pengelolaan dibuktikan dengan
penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang.
c.
Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar
wakaf.
d.
Hak milik atas satuan rumah susun
dibuktikan dengan akta pemisahan.
e.
Pemberian hak tanggungan dibuktikan
dengan akta pemberian hak tanggungan.
Pembuktian
Hak Lama
Untuk keperluan
pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama
dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik,
dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang
membebaninya.
Dalam hal tidak atau
tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembukuan hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan
selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a.
Penguasaan tersebut dilakukan dengan
itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas
tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b.
Penguasaan tersebut baik sebelum maupun
selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Dalam rangka menilai
kebenaran alat bukti, dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis
mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik.
Hasil penelitian
alat-alat bukti dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh
Menteri. Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa :
a.
Grosse akta hak eigendom yang
diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834 27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak
eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik.
b.
Grosse akta hak eigendom yang
diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834 27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal
pendaftaran tanah dilaksanakan menurut PP No.10 Tahun 1961 di daerah yang
bersangkutan.
c.
Surat tanda bukti hak milik yang
diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan.
d.
Sertifikat hak milik yang diterbitkan
berdasarkan Permen Agraria No.9 Tahun 1959.
e.
Surat keputusan pemberian hak milik dari
Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak
disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi
semua kewajiban yang disebut di dalamnya.
f.
Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah
tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat / Kepala Desa / Kelurahan
yang dibuat sebelum berlakunya PP ini.
g.
Akta pemindahan hak atas tanah yang
dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan.
h.
Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang
dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No.28 Tahun 1977.
i.
Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat
Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan.
j.
Surat penunjukan atau pembelian kaveling
tanah pengganti yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
k.
Petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum
berlakunya PP No. 10 Tahun 1961.
l.
Surat keterangan riwayat tanah yang
pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
m.
Lain-lain bentuk alat pembuktian
tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Ps.II, Ps.VI dan
Ps.VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Dalam hal bukti
tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu
dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang
dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panita Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang
cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.
Penghapusan
Persyaratan SKT / Surat Keterangan Riwayat
Kini telah terbit Surat
Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
1756/15.I/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat
yang intinya menyampaikan edaran kepada seluruh Kantor Pertanahan untuk
menyederhanakan proses pendaftaran tanah (pensertifikatan tanah).
Sebagaimana yang kita
ketahui, bahwa salah satu syarat dalam mengurus sertifikat tanah ke Kementerian
ATR/BPN adalah Surat Kepemilikan Tanah (SKT). SKT ini dikeluarkan oleh
kelurahan setempat. Menurut Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan, nantinya
persyaratan ini akan dihapus BPN karena seringkali kepengurusannya memakan
waktu lama. Dengan demikian, masyarakat dan BPN tidak perlu menunggu terbitnya
SKT dari kelurahan. Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN akan “jemput bola” ke
masyarakat itu sendiri sehingga tidak ada hambatan.
Berdasarkan ulasan di
atas, Penulis berpendapat bahwa SKT itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. Surat
keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis
untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara
eksplisit tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24
Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam
pendaftaran tanah.
Komentar
Posting Komentar