Langsung ke konten utama

ATURAN TENTANG PENUKARAN UANG RUSAK

ATURAN TENTANG PENUKARAN UANG RUSAK



Pada tulisan di dalam artikel kali ini, Penulis berpedoman pada UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia No. 14/7/PBI/2012 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/8/DPU Tahun 2008 tentang Penukaran Uang Rupiah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/12/DPU Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/8/DPU Tanggal 28 Februari 2008 Perihal Penukaran Uang Rupiah.

Uang Rupiah Yang Tidak Layak Edar

Uang rupiah tidak layak edar adalah uang rupiah yang terdiri atas uang rupiah lusuh, uang rupiah cacat dan uang rupiah rusak. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.      Uang Rupiah Lusuh adalah uang rupiah yang ukuran dan bentuk fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya, tetapi kondisinya telah berubah yang antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia atau coretan.
2.      Uang rupiah cacat adalah uang rupiah hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3.      Uang Rupiah Rusak adalah uang rupiah yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau uang rupiah yang ukuran fisiknya berbeda dengan ukuran aslinya, antara lain karena robek atau mengerut.

Penukaran Uang Rupiah Tidak Layak Edar

Untuk memenuhi kebutuhan rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi yang layak edar, rupiah yang beredar di masyarakat dapat ditukarkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Penukaran rupiah dapat dilakukan dalam pecahan yang sama atau pecahan yang lain.
b.      Penukaran rupiah yang lusuh dan/atau rusak sebagian karena terbakar atau sebab lainnya dilakukan penggantian dengan nilai yang sama nominalnya.

Penukaran Rupiah yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab dilakukan penggantian apabila tanda keaslian Rupiah tersebut masih dapat diketahui atau dikenali. Kriteria Rupiah yang lusuh dan/atau rusak yang dapat diberikan penggantian diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Penukaran Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia, bank yang beroperasi di Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Ketentuan serupa juga Penulis temukan dalam Buku Panduan Penukaran Uang Tidak Layak Edar yang dibuat oleh Bank Indonesia. Masyarakat dapat menukarkan uang tidak layak edar dengan uang Rupiah yang layak edar di kantor Bank Indonesia setempat atau pada waktu kegiatan kas keliling Bank Indonesia, dan di kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia atau pada waktu kegiatan kas keliling pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.

Ketentuan Penukaran Uang Rusak

Penukaran Uang Rupiah Lusuh, Uang Rupiah Cacat dan/atau Uang Rupiah Rusak sebagian karena terbakar atau sebab lainnya diberikan penggantian sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PBI 14/2012. Bank Indonesia memberikan penggantian atas Uang Rupiah Rusak dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Uang Rupiah Kertas.
1.      Dalam hal fisik Uang Rupiah Kertas lebih besar dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya dan ciri uang rupiah dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal dengan persyaratan:
i.                    Uang Rupiah Kertas rusak masih merupakan satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap.
ii.                  Uang Rupiah Kertas rusak tidak merupakan satu kesatuan, dan kedua nomor seri pada Uang Rupiah Kertas rusak tersebut lengkap dan sama.
2.      Dalam hal fisik Uang Rupiah kertas sama dengan atau kurang dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian.

b.      Uang Rupiah Logam.
1.      Dalam hal fisik Uang Rupiah Logam lebih besar dari ½ (satu perdua) ukuran aslinya dan ciri Uang Rupiah dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal.
2.      Dalam hal fisik Uang Rupiah Logam sama dengan atau kurang dari ½ (satu perdua) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian.

c.       Uang Rupiah Kertas yang terbuat dari bahan plastic (polimer).
1.      Dalam hal fisik Uang Rupiah Kertas mengerut dan masih utuh serta ciri Uang Rupiah dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal.
2.      Dalam hal fisik Uang Rupiah Kertas mengerut dan tidak utuh, diberikan penggantian sebesar nilai nominal sepanjang ciri Uang Rupiah masih dapat dikenali keasliannya dan fisik Uang Rupiah lebih besar dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya.

Uang Rupiah Rusak sebagian karena terbakar diberikan penggantian dengan nilai yang sama nominalnya, sepanjang menurut penelitian Bank Indonesia masih dapat dikenali keasliannya dan memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan penggantian.

Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rupiah Rusak apabila menurut Bank Indonesia kerusakan Uang Rupiah tersebut diduga dilakukan secara sengaja atau dilakukan secara sengaja. Kerusakan Rupiah diduga dilakukan secara sengaja apabila tanda-tanda kerusakan fisik Uang Rupiah meyakinkan Bank Indonesia adanya unsur kesengajaan, misalnya terdapat bekas potongan dengan alat tajam atau alat lainnya, benang pengaman hilang seluruhnya atau sebagian karena dirusak, dan/atau jumlah Uang Rupiah yang ditukarkan relatif banyak dengan pola kerusakan yang sama.

Kerusakan Uang Rupiah dilakukan secara sengaja apabila berdasarkan pembuktian melalui laboratorium dan/atau putusan pengadilan disimpulkan atau diputuskan bahwa Uang Rupiah dirusak secara sengaja.

Kesimpulan

Jadi, berdasarkan uraian di atas, masyarakat dapat menukarkan uang robek, rusak, lusuh sebagai uang tidak layak edar dengan uang rupiah yang layak edar di kantor Bank Indonesia setempat atau pada waktu kegiatan kas keliling Bank Indonesia, dan di kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia atau pada waktu kegiatan kas keliling pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. Uang tidak layak edar meliputi yang lusuh, uang cacat, dan uang rusak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5