Langsung ke konten utama

TINDAK PIDANA ORMAS

JERAT HUKUM BAGI ORMAS YANG MELAKUKAN INTIMIDASI MELALUI SOSIAL MEDIA


Organisasi Masyarakat

Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila,[1] dimana organisasi masyarakat ini diatur dalam UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Hal-Hal yang Dilarang Dilakukan oleh Ormas

Ormas dilarang :[2]
a.       Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang Negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas.
b.      Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan.
c.       Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera Negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas.
d.      Menggunakan nama, lambang, bendera atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang.
e.       Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.

Selain itu, dalam menjalankan kegiatannya Ormas dilarang :[3]
a.       Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan.
b.      Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
c.       Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.      Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
e.       Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f.       Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g.      Mengumpulkan dana untuk partai politik.
h.      Menganu, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Jadi sebuah Ormas pada dasarnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban. Jika dalam berkegiatan Ormas melakukan tindakan yang dilarang, maka Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas. Sebelum menjatuhkan sanksi, Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan upaya persuasif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran tersebut.[4]
Sanksi administratif tersebut terdiri atas:[5]
a.       Peringatan tertulis.
b.      Penghentian bantuan dan/atau hibah.
c.       Penghentian sementara kegiatan.
d.      Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Intimidasi dan Ancaman Terhadap Pengguna Media Sosial

Intimidasi menurut Kamus Bahasa Indonesia sebagaimana yang Penulis teliti dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia berarti tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu), gertakan, ancaman.

Menurut Ps.30 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada dasarnya setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jika dilakukan melalui sosial media maka ketentuannya merujuk pada UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur mengenai pengancaman yang dilakukan terhadap seseorang.

Ps.45b UU No.19 Tahun 2016 mengatur sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Ps.29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Ketentuan dalam pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil.[6]

Kesimpulannya, melakukan intimidasi atau pengancaman di sosial media dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 750 juta, dan berlaku untuk siapa saja yang tunduk dalam hukum Indonesia.


[1] Pasal 1 angka 1 UU Ormas.
[2] Pasal 59 ayat (1) UU Ormas.
[3] Pasal 59 ayat (2), (3) dan (4) UU Ormas.
[4] Pasal 60 UU Ormas.
[5] Pasal 61 UU Ormas.
[6] Penjelasan Pasal 45B UU No.19 Tahun 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5