Langsung ke konten utama

KOMISARIS INDEPENDEN DAN KOMISARIS UTUSAN

PERBEDAAN ANTARA KOMISARIS INDEPENDEN DENGAN KOMISARIS UTUSAN




Komisaris Independen

Komisaris independen menurut Penjelasan Ps.120 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah komisaris dari pihak luar. Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.[1]

Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.[2]

Sedangkan menurut Ps.1 angka 2 jo. Ps.6 Peraturan OJK No. 55/POJK.04/2015 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik.

Untuk menjadi Komisaris Independen, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :[3]
a.       Mempunyai akhlak, moral, dan integritas yang baik.
b.      Cakap melakukan perbuatan hukum.
c.       Dalam 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan dan selama menjabat:
-          Tidak pernah dinyatakan pailit.
-          Tidak pernah menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit.
-          Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
-          Tidak pernah menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang selama menjabat:
i.                    Tidak pernah menyelenggarakan RUPS tahunan.
ii.                  Pertanggungjawabannya sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris pernah tidak diterima oleh RUPS atau pernah tidak memberikan pertanggungjawaban sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada RUPS.
iii.                Pernah menyebabkan perusahaan yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari OJK tidak memenuhi kewajiban menyampaikan laporan tahunan dan/atau laporan keuangan kepada OJK.
d.      Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan.
e.       Memiliki pengetahuan dan/atau keahlian di bidang yang dibutuhkan Emiten atau Perusahaan Publik.

Selain persyaratan itu, Komisaris Independen juga wajib memenuhi persyaratan :[4]
a.       Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, kecuali untuk pengangkatan kembali sebagai Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik pada periode berikutnya.
b.      Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
c.       Tidak mempunyai afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
d.      Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, eksistensi dan kedudukan hukum Komisaris Independen dalam lingkungan Organ Dewan Komisaris benar-benar diharapkan independen.

Komisaris Independen harus memiliki syarat tidak terafiliasi dengan pihak manapun, terutama :[5]
1.      Tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama perseroan.
2.      Tidak mempunyai afiliasi dengan anggota direksi perseroan.
3.      Tidak mempunyai kaitan afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris lainnya.

Memperhatikan ketentuan di atas, terdapat indikasi jika keberadaan Komisaris Independen dikaitkan dengan prinsip-prinsip code of good corporate governance (GCG), yakni :[6]
1.      Keterbukaan atau transparansi.
2.      Akuntabilitas.
3.      Keadilan.
4.      Pertanggungjawaban.

Berdasarkan uraian di atas, dengan adanya Komisaris Independen, diharapkan jalannya pengurusan dan kebijakan perseroan akan bersifat transparan, akuntabel, adil, dan bertanggung jawab, baik terhadap pemegang saham maupun kepada pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, yakni masyarakat dan lingkungan.

Komisaris Utusan

Komisaris Utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.[7] Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.[8]

Yahya Harahap berpendapat bahwa kedudukan hukum Komisaris Utusan merupakan bagian yang tidak terpisah dari Dewan Komisaris, dimana Komisaris Utusan merupakan salah seorang anggota Dewan Komisaris dan ditunjuk menjadi Komisaris Utusan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. Yang mengangkatnya sebagai anggota Dewan Komisaris memang RUPS sesuai dengan ketentuan Ps.111 ayat (1) UUPT. Namun yang menunjuknya menjadi Komisaris Utusan adalah Dewan Komisaris yang dituangkan dalam bentuk keputusan rapat Dewan Komisaris.[9]\

Berdasarkan penjelasan tentang Komisaris Utusan di atas, dapat kita lihat bahwa Komisaris Utusan merupakan salah seorang anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan rapat Dewan Komisaris, dan kedudukan hukum dari Komisaris Utusan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Komisaris itu sendiri.

Kesimpulan dari uraian yang Penulis kemukakan di atas adalah, perbedaan antara Komisaris Independen dengan Komisaris Utusan adalah Komisaris Independen merupakan komisaris yang berasal dari pihak luar yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama perseroan, anggota direksi perseroan, dan anggota Dewan Komisaris lainnya. Sedangkan Komisaris Utusan adalah salah seorang anggota Dewan Komisaris dan masih bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Komisaris itu sendiri.

Perbedaan lainnya adalah Komisaris Independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS, sedangkan Komisaris Utusan ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.


[1] Ps.120 ayat (1) UUPT.
[2] Ps.120 ayat (2) UUPT.
[3] Ps.21 ayat (1) jo. Ps.4 Peraturan OJK 33/2014.
[4] Ps.21 ayat (2) Peraturan OJK 33/2014.
[5] Yahya Harahap, hal.475.
[6] Yahya Harahap, hal.475.
[7] Ps.120 ayat (3) UUPT.
[8] Ps.120 ayat (4) UUPT.
[9] Yahya Harahap, hal.479.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5