Langsung ke konten utama

ASURANSI TERHADAP PENGANGGURAN


IDE ASURANSI TERHADAP PENGGANGGURAN YANG AKAN MENGGANTIKAN PESANGON


Wacana Pemerintah yang akan menggulirkan asuransi terhadap pengangguran mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat, khususnya para buruh. Meskipun baru sebatas ide, asuransi pengangguran bisa dianggap sebagai langkah penting untuk menggantikan uang pesangon.
Penulis berpendapat bahwa, ide asuransi pengangguran ditujukan untuk mengganti ketentuan uang pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Asuransi pengangguran memberi kepastian bagi pekerja untuk mendapat penghasilan pengganti ketika mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selama ini pekerja yang mengalami PHK memperoleh hak berupa pesangon yang jumlahnya cukup besar. Namun, tidak sedikit pengusaha yang keberatan untuk membayar uang pesangon. Akibatnya, pekerja yang di-PHK seringkali tidak memperoleh hak-hak pesangon sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Ketenagakerjaan.
Sesuai yang Penulis kutip dari hukumonline, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menggagas bahwa dana terhadap asuransi pengangguran diambil dari APBN, meskipun hal tersebut baru sebatas gagasan atau ide awal. Namun, dalam artikel ini Penulis mencoba untuk menganalisa dari sudut pandang Penulis secara obyektif, yang mana ada 4 alasan pentingnya program asuransi bagi para pengangguran :
  1. Sistem ketenagakerjaan yang ada di Indonesia memberi kemudahan bagi pemberi kerja untuk melakukan PHK. Apalagi dengan mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak, outsourcing dan harian lepas. Penyelesaian perselisihan PHK dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membutuhkan waktu yang cukup lama. Prosesnya bisa mencapai 3 tahun hingga selesai di tahap PK di Mahkamah Agung. Lamanya proses tersebut membuat buruh kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.  
  2. Persoalan sebagaimana yang tersebut dalam point 1 di atas, diperparah dengan praktik pelanggaran Ps.155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, dimana pemberi kerja tidak membayar upah proses kepada pekerja selama proses penyelesaian PHK berlangsung. Padahal ketentuan tersebut memerintahkan pemberi kerja dan buruh tetap menjalankan hak dan kewajibannya seperti biasa sampai proses PHK selesai. 
  3. Profil pekerja di Indonesia saat ini didominasi oleh buruh yang menerima gaji sebatas upah minimum. Upah yang diterima setiap bulan itu biasanya habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tidak ada yang bisa dialokasikan untuk menabung. Kondisi rentan bagi buruh ketika mengalami PHK karena mereka tidak memiliki pendapatan lagi selain upah yang diterima setiap bulannya. 
  4. Perekonomian Indonesia yang terbatas dalam menciptakan lapangan kerja berdampak pada sulitnya mencari lapangan kerja baru bagi buruh yang mengalami PHK. Sambil mencari pekerjaan baru, buruh yang mengalami PHK membutuhkan biaya untuk kebutuhan hidup setiap hari. Dukungan finansial itu penting guna menjaga daya beli buruh yang bersangkutan, tanpa itu mereka rentan masuk jurang kemiskinan. Apalagi kalau buruh kesulitan mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut membuat program JHT saat ini tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Berdasarkan ulasan dari 4 point di atas, Penulis menyimpulkan bahwa asuransi pengangguran merupakan salah satu jaminan sosial yang tujuannya memberikan perlindungan berupa santunan sementara dan jaminan kembali bekerja bagi pekerja yang memenuhi syarat ikut program tersebut. Walau menggunakan istilah asuransi, bukan berarti asuransi pengangguran sifatnya komersial, program itu nirlaba dan menganut prinsip hukum bilangan besar. Mungkin istilah yang lebih cocok adalah jaminan pengangguran.

Manfaat yang bisa diterima peserta jaminan pengangguran biasanya tunjangan pengangguran yang diberikan secara berkala. Bisa juga berbentuk pelayanan kerja seperti penempatan untuk kerja kembali dan pelatihan kerja guna meningkatkan kompetensi atau keahlian tenaga kerja. Untuk manfaat berupa pelayanan kerja itu dibutuhkan pusat informasi pasar tenaga kerja yang harus disediakan departemen  yang bertanggung jawa di bidang ketenagakerjaan.

Sumber pendanaan jaminan pengangguran itu praktiknya di setiap Negara adalah beragam. Bagi Negara maju yang pendapatan atas pajak berjalan baik biasanya sumber dananya diambil dari APBN. Seperti di Amerika Serikat, setiap tahun Presiden mengajukan anggaran ke Senat untuk mendanai jaminan pengangguran. Sebagian Negara lain menggunakan pola fully funded yang basisnya dari iuran. Iuran tersebut ditanggung pengusaha dan pekerja.

Pada dasarnya, tidak ada kerugian bagi Negara apabila menerapkan jaminan pensiun (Asuransi Pensiun). Akan tetapi, justru dari pihak pengusaha yang merasa keberatan dengan program tersebut karena merasa terbebani dengan besaran iuran yang harus dibayar. Meskipun sebenarnya program jaminan pengangguran bisa menjadi alternatif untuk mengubah ketentuan pesangon yang pelaksanaannya tidak efektif.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5