DEFINISI ASAS IUS CURIA NOVIT
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (hal. 821), Ius Curia Novit / Curia Novit Jus
berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga Pengadilan tidak boleh
menolak memeriksa dan mengadili perkara.
Prinsip
Ius Curia Novit
Prinsip ini juga
ditegaskan dalam Ps. 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
sebagai berikut :
1.
Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
2.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Hakim sebagai organ
pengadilan :
1.
Dianggap memahami hukum.
2.
Oleh karena itu harus memberi pelayanan
kepada setiap pencari keadilan yang memohon keadilan kepadanya.
3.
Apabila hakim dalam memberi pelayanan
menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum tertulis, hakim wajib menggali
hukum tidak tertulis untuk memutus perkara berdasar hukum sebagai orang yang
bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Berdasarkan adagium Ius Curia Novit / Curia Novit Jus, hakim
dianggap mengetahui dan memahami segala hukum. Dengan demikian, hakim yang
berwenang menentukan hukum objektif mana yang harus ditetapkan (toepassing) sesuai dengan materi pokok
perkara yang menyangkut hubungan hukum pihak-pihak yang berperkara dalam konkreto.
Karena itu soal
menemukan dan menerapkan hukum objektif, bukan hak dan kewenangan para pihak,
tetapi mutlak menjadi kewajiban dan kewenangan hakim. Para pihak tidak wajib
membuktikan hukum apa yang harus diterapkan, karena hakim dianggap mengetahui
segala hukum.
Prinsip Ius Curia Novit / Curia Novit Jus pada
dasarnya hanya teori dan asumsi. Dalam kenyataan anggapan itu keliru, karena
bagaimanapun luasnya pengalaman seorang hakim, tidak mungkin mengetahui segala
hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun, adagium itu sengaja dikedepankan
untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar-benar mengadili perkara
yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan di luar hukum.
Namun, adagium ini
mengandung sisi negatif berupa arogansi dan kecerobohan. Timbul perasaan super,
dan menganggap sepi kebenaran hukum objektif yang dikemukakan para pihak, dan
merasa dirinya tahu segala hal dengan alasan, hakim paling tahu segala hukum. Padahal
yang menyangkut hukum bisnis yang berkenaan dengan transaksi berskala
internasional, barangkali pengetahuan hakim sangat terbatas. Menghadapi hal
yang demikian, hakim harus berani membuang jauh-jauh perasaan super, dan mau
menerima dasar-dasar hukum yang dikemukakan para pihak agar putusan yang dijatuhkan
tidak menyimpang dari ketentuan dan jiwa hukum objektif yang sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar