Langsung ke konten utama

KEDUDUKAN SEMA DALAM HAK UJI MATERIIL

PUTUSAN MA : "SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG" BUKAN OBJEK HAK UJI MATERIIL






Status Surat Edaran (SE) dalam hierarki perundang-undangan tidak dikenal secara formal. Tetapi dalam praktek, SE acapkali lebih ampuh dan kuat disbanding peraturan perundang-undangan yang bersifat regeling. Akan tetapi, baru-baru ini Mahkamah Agung menyatakan SE bukanlah objek hak uji materiil. Hal tersebut dibuktikan dengan ditolaknya permohonan yang diajukan seorang warga Nganjuk Jawa Timur terhadap Surat Edaran Bupati Nganjuk No. 140/153/411.010/2015 tentang Penghentian Sementara Pengisian Perangkat Desa.

Berdasarkan criteria bentuk luar (kenvorm) atau rumusan perintah pengundangan dan penempatan peraturan perundang-undangan sesuai Ps. 81 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, SE yang menjadi objek HUM tidak memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana yang tertuang dalam putusan No. 48P/HUM/2016, Mahkamah Agung menilai SE objek HUM hanya masuk kriteria keputusan administrasi Negara yang bersifat umum dengan bentuk atau karakteristik yang addressat-nya tidak ditujukan kepada semua orang, melainkan hanya ditujukan kepada camat se-Kabupaten Nganjuk. Sehingga tidak tepat dikategorikan sebagai regelling dalam arti peraturan perundang-undangan.

Oleh karena objek HUM (Surat Edaran Bupati Nganjuk) bukan merupakan peraturan perundang-undangan, maka menurut majelis, MA tidak berwenang untuk mengujinya. Konsekuensinya, permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Berdasarkan analisa dari Penulis, sebenarnya tidak selamanya pengujian terhadap SE ditolak MA. Pelaku kekuasaan kehakiman ini, lewat putusan No. 23P/HUM/2009, membatalkan SE Dirjen Minerba dan Panas Bumi No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebelum terbitnya Perppu No. 4 Tahun 2009. Menurut majelis yang mengadili dan memutus perkara ini, walaupun SE tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan, tetapi berdasarkan penjelasan Ps. 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, SE dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang sah, sehingga tunduk pada tata urutan peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan yang hamper sama bisa dibaca dalam putusan MA No. 3P/HUM/2010. Dalam putusan tersebut, ada surat biasa yang menurut majelis hakim berisi peraturan (regelling), sehingga layak menjadi objek permohonan hak uji materiil sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) mengenai Hak Uji Materiil.

Setiap tahunnya, MA menerima, mengadili dan memutus puluhan permohonan HUM. Pada akhir 2014, tersisa 27 permohonan, ditambah 72 permohonan yang masuk pada tahun 2015. Pada tahun yang sama, MA memutus 99 permohonan HUM sehingga sisa perkara di akhir tahun 2015 menjadi 0. Pada tahun 2016, ada 49 permohonan HUM yang masuk. Hingga akhir tahun telah diputus 32 permohonan sehingga 17 perkara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5