Langsung ke konten utama

MASUKAN UNTUK REVISI UU PERBANKAN



MASUKAN UNTUK REVISI UU PERBANKAN

 


UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, berada di urutan buncit dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2017, yakni RUU Perbankan berada di urutan ke-32 dari 49 RUU Prioritas. Padahal, Penulis berpendapat bahwa UU Perbankan mendesak untuk segera dibahas. Urgensi tersebut tidak hanya dilatarbelakangi karena terjadinya fragmentasi kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK ataupun soal isu kepemilikian asing hingga isu konglomerasi pada industri perbankan, melainkan terdapat substansi yang lebih mendasar lebih dari itu.

Yang jauh lebih mendasar adalah bahwa fakta empiris kita sampai hari ini, pertumbuhan ekonomi kita tidak berkualitas. Kesenjangan ekonomi luar biasa, walaupun perekonomian kita tumbuh 5% di tengah perlambatan Negara lain. Maka dari itu, revisi UU Perbankan diharapkan mengarah pada upaya untuk menciptakan kedaulatan sektor keuangan, pembentukan modal dalam negeri, serta mengoptimalisasi fungsi intermediasi perbankan antara lain dengan peningkatan akses kredit kepada UMKM, distribusi likuiditas atau kredit secara merata ke daerah-daerah.

Dalam proses intermediasi, yang paling utama adalah pembiayaan mestinya terkonsentrasi ke sektor riil (sektor kredibel atau yang menghasilkan barang). Diharapkan, rumusan revisi UU Perbankan nantinya bisa menjawab kebutuhan pembiayaan yang saat ini masih terkonsentrasi pada sektor non produktif. Norma-norma yang disusun dalam revisi UU Perbankan paling tidak dapat tergambarkan dalam delapan prinsip, yakni prinsip penciptaan lapangan kerja, peningkatan akses kredit UMKM, inklusi keuangan, pemerataan akses kredit daerah, pembentukan modal domestik, pembuatan bank khusus dan bank fokus, retriksi bank asing, serta asas resiprokalitas.

Penulis mencoba menganalisa serta memberi masukan terkait revisi UU Perbankan :
1.      Prinsip resiprokal. Dalam menjalankan tata hubungan perbankan internasional, harus memperhatikan prinsip resiprokal guna mendukung tujuan perbankan.
2.      Mengenai bentuk hukum kantor bank asing yang berada di Indonesia. Bagi perbankan asing yang berkantor pusat di luar Indonesia harus berbadan hukum Indonesia (PT). Hal ini guna menjaga stabilitas kegiatan perbankan dan minat investor dalam pengelolaan perbankan, tentunya dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
3.      Mengenai izin pembukaan kantor bank dan kantor cabang bank itu sendiri. Harus diberikan secara berjenjang (multiple license), izin untuk bank yang beroperasi di Indonesia atas dasar modal atau ekuitas.
4.      Mengenai pembatasan kepemilikan saham bagi pihak asing. Seharusnya batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga Negara asing paling banyak 40%, sisanya 60% wajib dimiliki lokal.
5.      Mengenai penghapusan pasal-pasal yang terdapat pada RUU Perbankan. Sebagai contoh Ps.43 mengenai penanggung jawab pengelolaan bank, dan Ps.58 mengenai direktur kepatuhan.
6.      Mengenai uji kemampuan dan kepatuhan direksi dan komisaris.
7.      Mengenai kepegawaian bagi bankir lokal dan juga bankir asing. Para bankir harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
8.      Mengenai batas waktu penyesuaian bagi pihak asing. Soal batas waktu ini, bagi bank yang berkantor pusat di luar negeri, tetapi melakukan kegiatan usahanya di Indonesia dan memiliki saham bank umum lebih dari 40% diperpendek menjadi lima tahun dari yang sebelumnya 10 tahun.
9.      Mengenai sanksi administrasi dan ketentuan pidana. Seharusnya sanksi agar mengacu kepada UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Batasan Kepemilikan Asing di Bank Umum Negara ASEAN

Wilayah
Batasan
ASEAN
Rata-rata sampai 33%
Indonesia
Bank Umum 99%
Malaysia
Bank Komersial 30%
Bank Investasi 70%
Islamic Bank 70%
Singapura
Bank Lokal 40%
Thailand
Sampai dengan 25% tidak perlu persetujuan bank sentral
Sampai dengan 49% harus dengan persetujuan bank sentral
Lebih dari 49% harus dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Sumber: INDEF, Februari 2017

Berdasarkan catatan INDEF di atas, saat ini belum ada aturan yang bisa mengatur bagaimana bank asing yang ada di Indonesia. Beberapa Negara ASEAN, tergolong Indonesia lah yang paling liberal.

Selain bank asing, yang harus diatur adalah pembatasan daerah operasi menurut jenjang wilayah. Hal ini didasarkan tingginya ekspansi bank-bank ke daerah-daerah yang menekan kinerja BPR. Sisi positifnya, akan mendorong persaingan dengan BPR sehingga dapat menekan suku bunga BPR yang sangat tinggi serta menjadi salah satu sumber dana bagi BPR. Sisi negatifnya, akan menekan keberadaan BPR maupun bank-bank pasar lainnya.

Kemudian, produk-produk dervatif harus juga menjadi perhatian. Pasal 10 b UU Nomor 10 Tahun 1998 mengatur bahwa bank umum dilarang melakukan usaha perasuransian. Kecenderungan bank menjual produk-produk non bank dapat menimbulkan resiko baru bagi bank meskipun menjadi sumber penerimaan non bunga yang cukup besar (fee based income).

Tak kalah penting lainnya, revisi UU Perbankan juga perlu menekankan pada batas maksimum pemberian kredit berdasarkan prinsip syariah menurut sektoral. Saat ini terjadi ketimpangan kredit pada sektor perekonomian, misalnya sektor tradable yang hanya dikenai sebagai sektor padat karya hanya menyerap 25% dari kredit  perbankan. Sisanya tersalurkan pada sektor non – tradable (padat modal).
Perbandingan Regulasi Perbankan dengan Negara Lain

Aturan
Negara
Kepemilikan Saham
Thailand
Kepemilikan saham bank komersial secara individu tidak lebih dari 5% kecuali lembaga-lembaga pemerintah, BUMN, atau lembaga negara lainnya yang ditetapkan dalam UU. Ketentuan ini dapat diabaikan jika kondisi mendesak seperti upaya untuk memperbaiki operasional bank. Hal tersebut juga harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dan Bank of Thailand.
Bank komersial dilarang untuk mentransfer sahamnya kepada siapapun yang menyebabkan terjadinya pelanggaran besarn kepemilikan saham yang telah ditentukan.
Pengaturan jumlah saham dan direktur bank komersial juga didasarkan pada kebangsaan. Jumlah saham bank komersial yang dimiliki oleh orang berkebangsaan Thailand tidak kurang dari 3/4 dari jumlah total saham dijual dan jumlah direktur yang adalah orang-orang berkebangsaan Thailand tidak kurang dari ¾ dari total jumlah direksi. Kelonggaran terhadap aturan ini didasarkan pada alasan kebutuhan perbaikan operasi bank.

Korea Selatan
Individu hanya boleh memegang maksimal 10% dari jumlah total saham (suara). Pengecualiannya adalah bagi pemerintah atau Korea Deposit Insurance Corporation yang didirikan berdasarkan UU Perlindungan Nasabah.
Memegang tidak lebih dari 15% dari jumlah total yang dikeluarkan voting saham dari lembaga keuangan lokal.

Filipina
Kepemilikan asing dalam saham bank dijelaskan sebagai berikut: Individu asing dan non-bank perusahaan dapat memiliki atau mengendalikan hingga empat puluh persen (40%) dari saham voting dari bank domestik. 

Indonesia
Tidak dijelaskan secara eksplisit dalam UU tetapi dalam Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan Permodalan
Korea Selatan
Modal minimal adalah 100 miliar won untuk bank yang beroperasi secara nasional sedangkan dengan cakupan wilayah tertentu disyaratkan minimal 25 miliar won.

Indonesia
Diatur dalam PBI misalnya PBI No 14/18/2012 tentang Kewajiban Pemenuhan Minimum Bank Umum:
-. 8% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1.
-. 9% sampai dengan kurang dari 10% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2.
-. 10% sampai dengan kurang dari 11% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3.
-. 11% sampai dengan 14% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 atau peringkat 5.
Sumber: INDEF, Februari 2017.


Best Practice Praktik Perbankan di Negara Lain

Negara
Best Practice
Korea Selatan
Campur Tangan Komite Kebijakan Moneter:
Beberapa kebijakan yang harus dipatuhi oleh bank yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan Moneter adalah: Keputusan tingkat maksimum bunga semua jenis deposito; Keputusan pada tingkat maksimum bunga untuk kredit usaha (seluruh jenis kredit); Pembatasan pada batas waktu untuk kredit; Pembatasan pada batas maksimum kredit dan investasi, termasuk sektoralnya; Pengaturan penyaluran kredit untuk kondisi perekonomian tidak normal (krisis) seperti hiperinflasi.

Pengaturan Durasi Pinjaman
Skala bisnis bank komersial memberikan pinjaman yang tidak kurang dari satu tahun dan tidak lebih dari tahun. Jika berada di luar hal tersebut ditetapkan oleh Financial Services Komisi, dengan mempertimbangkan jumlah simpanan yang dimiliki oleh bank.

Penerbitan Surat Utang
Pengaturan dalam penerbitan surat utang diatur dalam Keputusan Presiden yakni maksimal 5 kali dari ekuitas.

Larangan Bisnis
Investasi dalam saham atau surat berharga lainnya (tidak termasuk obligasi negara dan obligasi Bank of Korea untuk stabilisasi mata uang Won) dengan jangka waktu pelunasan tidak kurang dari tiga tahun. Nilai investasi maksimal 100% dari permodalan bank.
Kepemilikan real estat (tidak termasuk real estate untuk tujuan security bank seperti Kredit Perumahan Rakyat) untuk tujuan bisnis. Batas maksimal kepemilikan real estate (seperti jaminan KPR) maksimal 100% dari ekuitas.
 

Larangan Penyaluran Kredit
Kredit untuk berspekulasi dalam komoditas atau sekuritas; Kredit untuk dana politik, baik langsung maupun tidak langsung; Kredit untuk direksi atau karyawan (tidak termasuk pinjaman kecil sebagaimana ditentukan oleh Financial Services Komisi). 
Thailand
Syarat Operasional Bank Asing
Memperoleh izin dari Menteri Keuangan dan harus mempertahankan aset di Thailand sesuai dengan kriteria mengenai jumlah, jenis, prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri dalam Berita Pemerintah.

Larangan Bank Komersial
Mengurangi modal tanpa otorisasi dari Menteri Keuangan dan memberikan uang atau properti apapun kepada pejabat bank (gratifikasi).

Bank Komersial Saat Kondisi Perekonomian Tidak Normal
Upaya menjaga stabilitas mata uang dalam negeri, menteri wewenang untuk mewajibkan bank komersial untuk mempertahankan cadangan kas khusus di Bank of Thailand, di samping pemeliharaan cadangan kas sesuai ketentuan yang ditetapkan. 
Filipina
Aturan Pejabat Bank Komersial
Dewan Direksi harus ada setidaknya 5, dan maksimal 15 anggota dewan direktur bank, dan 2 diantaranya akan menjadi direktur independen. Non-warga Filipina dapat menjadi anggota dewan direksi suatu bank.

Pengaturan dewan direksi dapat dilakukan melalui teknologi modern seperti, namun tidak terbatas pada, telekonferensi dan video-conferencing.

Pejabat Publik tidak dapat memiliki jabatan struktural di bank komersial. Hal tersebut dikecuali untuk jabatan-jabatan yang diatur dalam UU Bank Perdesaan.

Insentif Bagi Bank yang Menjalankan Fungsi Kenegaraan
Adanya aturan yang menjelaskan bahwa The Sentral Bangko akan memberikan insentif kepada bank yang, tanpa jaminan pemerintah, yang memberikan pinjaman untuk membiayai lembaga pendidikan, koperasi, rumah sakit dan pelayanan medis lainnya.

Ketentuan Batas Kredit
Selain untuk alasan untuk kepentingan nasional dan persetujuan Dewan Moneter, batas maksimal dari pemberian kredit maksimal untuk individu, kemitraan, asosiasi, perusahaan atau badan lainnya maksimal 20 persen dari kekayaan bersih bank.

Larangan Bank Komersial
Bank komersial dilarang secara langsung terlibat dalam asuransi usaha sebagai perusahaan asuransi.

Menerima hadiah, biaya atau komisi atau bentuk lain dari imbalan sehubungan dengan persetujuan pinjaman atau akomodasi kredit lain dari bank tersebut; dan mempekerjakan tenaga outsourcing untuk fungsi utama bank.
Sumber: INDEF, Februari 2017.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SELAYAMG PANDANG TERHADAP CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP)

PROSEDUR PENDIRIAN CV, SERTA AKIBAT HUKUM KEPADA SEKUTU AKTIF MAUPUN PASIF APABILA CV BERHADAPAN DENGAN HUKUM Selain Perseroan Terbatas, salah satu bentuk usaha yang banyak dibuat di Indonesia adalah CV. CV sendiri adalah singkatan dari Commanditaire Vennootschap . Seperti Perseroan Terbatas, pembuatan CV juga melalui beberapa mekanisme dan perjanjian, tetapi prosesnya lebih mudah jika dibandingkan dengan PT. CV yang dikenal juga dengan istilah Persekutuan Komanditer di Indonesia (Ps. 19 KUHD), merupakan persekutuan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang untuk melakukan usaha di bidang yang telah disepakati. Dalam undang-undang dijelaskan jika pendirian CV didirikan oleh seorang atau lebih dimana satu orang bertindak sebagai pemimpin sementara pihak lainnya hanya sebagai penyimpan barang atau modal. CV terdiri dari sekutu aktif / komplementer dan sekutu pasif / komanditer yang perbedaan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : 1.       Sekutu aktif be

PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS

BANYAK PERKARA TUN YANG KANDAS DI DISMISSAL PROCESS KARENA KETIDAK TAHUAN ATAU KEKELIRUAN PARA ADVOKAT / PENGGUGAT Membawa sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak selalu berjalan mulus. Ada proses yang harus pertama kali dilewati oleh setiap penggugat yang mendaftarkan perkaranyadi PTUN. Yakni, tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process . Tidak sedikit gugatan tata usaha Negara justru berhenti di tahap ini. Sepanjang catur wulan pertama 2010, PTUN Jakarta mencatat delapan perkara yang kandas pada dismissal process . Rinciannya, empat perkara pada Januari, dua perkara pada Februari, dan masing-masing satu perkara pada Maret dan April. Perkara pajak dan merek termasuk yang terhambat pada tahap ini. Pada dasarnya, dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, apabila perkara tersebut

SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT

PROSEDUR MENGURUS SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN TANAH ATAU SKT Surat Kepemilikan Tanah (SKT) pada dasarnya menegaskan mengenai riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit, memang tidak diatur mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP No.24 Tahun 1997. Namun, SKT tidak diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (pada saat itu, Ferry Mursyidan Baldan), Surat Kepemilikan Tanah itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. SKT di perkotaan tidak dibutuhkan lagi menjadi syarat mengurus sertifikat tanah. Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UU No.5